Skip to content

Koalisi Demi Posisi

May 1, 2014

PERGULATAN politik memang rentan dengan taktik penuh intrik serta tertarik pada incaran jabatan, berpikir tentang kesempatan, mencari teman sementara demi perolehan suara melalui sikap pura-pura. Koalisi dilakukan, seakan-akan demi kepentingan bersama, berlagu dan melaju dalam satu irama. Ironisnya kerjasama itu tidak berlangsung lama, karena dalam mengikuti irama semakin terasa kurang searah dan selangkah. Masing-masing pihak mulia melirik dan tertarik demi mencari porsi dan posisi yang paling strategis lantaran godaan iblis. Rasa kebersamaan pun sirna, kehilangan makna serta nilai guna.

Vested interest (mementingkan diri sendiri) itulah yang dicari, sedang sikap serasa dan serasi mulai dikebiri Tak Heran bila banyak orang yag dahulu berprilaku terpuji (mahmudah), mendadak sontak berubah menjadi keji (mazmumah) lantaran tak kuat menahan sesaji.
Kerjasama atau persaudaraan model semut (Ukhuwah semutiah) itulah yang berlaku dan melaju hingga sampai yang dituju.

Perbuatan Tergantung dari Niat

Maksudnya, bila sang semut tidak mampu mengangkat sesuatu agar sampai tujuan tertentu, maka cara yang jitu dilakukan adalah dimulai dengan bersalaman satu persatu. Mengangkat bangkai misalnya, diajaknya banyak teman beramai-ramai. Akan tetapi setelah bangkai itu terangkat, maka diantara semut itu ada yang naik ke atas, lupa akan makna solidaritas. Yang diingat hanya otoritas dan fasilitas.

Sebenarnya agama telah memberi landasan utama, bahwa nilai akan amal perbuatan itu tergantung pada niat. Dalam pemahaman yang mudah, Niat adalh Nilai Indikator Akhir Tujuan (Imam Munawwir, “Ensiklopedi Seni Dakwah Gaya Gaul,” jilid III, hal 196). Karena itu hanya niat saj belum cukup, bila tanpa didampingi oleh kaifat (cara) hingga sampai pada ghoyat (ultimate goal). Niat harus tidak bisa dipisahkan dengan AMANAH, yaitu “Andalan (dalam) Menyeimbangkan Antara Niat, Amalan (dan) Hasil. (ESDGG jilid I, hal 91). Bila semua pihak merasa memegang amanah ,kebrsamaan tentu tidak akan musnah.

Koalisi, adalah: kerja-sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara dalam perlemen. Boleh jadi juga dalam hal pemilihan presiden. Tak heran bila Joko Widodo sebagai orang asli Solo lebih senang menggunakan kata “kerjasama” ketimbang kata “koalisi” yang seakan menggalang kekuatan untuk melakukan aksi konfrontasi. Kerjasama juga lebih menunjukkan kultur Jawa yang dikenal seneng ber”gotong royong” Anehnya, Prof Dr. HM Rasyidi sebagai orang asli Gotagede Jogya, juga berkultur Jawa, ketika menanggapi tulisan Dr Virkuyl di Harian Kompas, tidak sama dengan Moh. Natsir (kini kedua-duanya telah almarhum) yang kelahiran Sumatra Barat. Bila Prof Rasyidi menggunakan kata “Kritik terhadap Tulisan Dr Virkuyl,” maka Mohammad Natsir meski mantan politikus ulung Masyumi yang dulu dikenal sebagai partai aliran keras, selaku Dewan Dakwah Islaiyah Indonesia, lebih senang menggunakan kata “Sumbangan Pikiran terhadap Dr. Virkuyl” karena didengar telinga lebih sejuk. Terkesen menunjukkab rasa empati ketimbang antipati.
Penggunaan kata-kata, meski artinya sama, karena nampak sejuk sehingga bisa diterima, sedangkan salah satunya nampak galak terpaksa ditolak. Ironisnya lagi, meski koalisi masih baru dalam rangka, tetapi pihak lain sering menghadapinya dengan penuh prasangka. Benar kiranya kata sang psikilog, bahwa ” ketidak tahuan akan sesuatu, akan berakar pada prasngka” (the igrinance ti the somethinr is the roat of the prejudice).

Pertemuan partai-partai yang berbasis islam di Jl. Cikini 25 Jakarta beberapa hari yang lalu anehnya lebih senang mebggubakan kata koalisi. Tak heran bila meski koalisi belum terbentuk dan nampak masih batuk-batuk, pihak lain sudah memberi komentar ” tidak akan gentar terhadap koalisi” Tak lama kemudian, benar-benar jadi kenyataan. Partai Persatuan Pembangunan yang seharusnya mampu memberi “tuntunan” dalam hal persatuan ternyata mulai berbagai media televisi malah menjadi “tontonan” dalam hal persatuan. Meski islah dan mukernas digelar, tidak bisa merdam hati yang panas, karena bukan semakin puas, tetapi semakin buas.

Sindiran Al-Qur’an, yang berbunyi “engkau kira mereka bersatu, akan tetapi hatinya berseteru” (tahsabuhum jami’a wa quluubuhum syatta) (QS Al-Hasyr : 14) memang jadi kenyataan. Yang mempersatukan seharusnya bukan fisiknya, akan tetapi hatinya. M.Natsir, dalam buku keecilnya “Mempersatukan Umat Islam” mamberi penafsiran QS Al Hujurat, bahwa ” sesungguhnya orango-orag-orang mukmin itu bersaudara” (innamal mu’minuunaikhwah) memang amat tepat dan bukannya “sesungguhnya orang-orang islam itu bersaudara” bagi tokoh Islam yang lebih kuat eman ketimbang iman, maka vested interest (kepentingan pribadi), keuntungan, lebih didahulukan ketimbang wawasan ke-umatan.

Para tokoh politk Islam yang sarat dengan tujuan hanya mencari keuntungan, maka imannya dicampakkan sedangkan islamnya ditampakkan. Koalisi akhirnya tidak berlangsung lama, tidak jauh bedanya denga main drama. Memang, sang iblis pandai mengais agar situasi dan kondisi menjadi kritis hingga rasa kebersamaan pun semakin menipis. Di satu pihak bangga dengan kualitas, sedangkan pihak satunya mendabik dada dengan kuantitas. Ketika perselisihan tidak bisa dihindarkan, maka dikompromilah situasi yang semakin panas dan mengganas itu oleh pihak luar agar terus bertengkar, merasa masing-masing paling benar. Terjadilah keributan dan perebutan saling jegal menjegal hingga apa yang dinginkan keduanya menjadi gagal dan adu program pun tertinggal. Di tingah-tengah sengitnya perebutan itu muncullah pihak ketiga yang telah lama melakukan incaran dan sasaran, sehingga “apabila ada dua anjing berebut tulang, maka anjing yang ketigalah yang beruntung” (twee honden vechten om en been, de derde loopt erme heen).

Apapun namanya koalisi atau kerjasama, bila dadasari oleh perasaan saling dan bukan paling, ibarat perjalan kapal tidak akan oleng. Hanya kesadaran saling membutuhkan, itulah yang membawa keutuhan.” Allah Maha Tahu yang Benar.”
*Imam Munawwir adlah cendiakawan muslim, dosen Fakultas Ekonomi Unmuh Jember.

From → Uncategorized

Leave a Comment

Leave a comment