Skip to content

Mengapa Terjadi krisis Kepercayaan ?

April 30, 2014

UNGKAPAN kata “krisis” semula berasal dari bahasa Yunani yang mengandung arti: pemisahan, penetapan. Dalam ilmu kedoteran kita kenal istilah : krisis anafilaksis (shock anafilaksis), krisis anksietas (krisis kecemasan). Kemudian dalam istilah umum berkembang berubah pengertian menjadi :dalam kondisi genting, gawat. Mengkhawatirkan. Misalnya: krisis ekonomi, krisis pangan, krisis moneter, krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan.

Gejala krisis dapat menimbulkan berbagai akibat. Di antaranya menjadi penghambat, bagi yang memiliki semangat guna meningkatkan kehidupan masa depan yang lebih bermartabat.

Kepemimpinan adalah Amanah

Krisis juga menimbulkan rasa khawatir, karena apa yang diidolakan selama ini akan segara berakhir. Dalam situasi dan kondisi yang semakin gawat, apapun bentuknya, upaya untuk tetap bertahan merasa tidak kuat lantaran tanggung jawabnya cukup berat. Lebih parah lagi, bila satu sama lain sudah saling menghujat dan berusaha ingin cari selamat..

Krisis kepercayaan berarti sikap untuk percaya kepada janji dan tingkah laku seseorang semakin menipis. Apakah itu yang mengaku plitisi, kerjasama dalam satu irama, pelaku bisnis, selalu ditanggapi dengan nada sinis. dan segala bentuk tawaranpun  kurang digubris. Apalagi tawaran yang seakan-akan meyakinkan, dikhawatirkan akan berakhir dalam kondisi yang amat menyakitkan.

Kepercayaan adalah sumber harapan dalam perjalanan ke depan menuju kondisi kehidupan yang lebih mapan. Ia merupakan sumber kekuatan yang paling vital dan juga fundamental. Tanpa kepercayaan meski ibarat perjalanan tahu arah, tetapi kurang bergairah, karena ibarat tubuh, ttidak memilikruh. Kepercayaan juga merupakan kunci penentu sebgai alat pembuka pintu sebelum melakukan sesuatu, Menjadi sumber motivasi guna mengejar prestasi.

Krisis kepercayaan yang melanda di segala bidang terutama menyangkut kualitas sumber daya insani, baik yang berkaitan dengan watak maupun otak karena anatara penampilan dengan keterampilan, lantara janji dengan bukti sudah tidak sesuai. Sebagai misal:’keretakan hubungan anatara pemimpin dengan para pendukungnya juga lantaran tidak sesuainya anatara harapan dengan garapan. Setiap bawahan mendambakan dan membanggakan pemimpin yang bersih dan beribawa. Di samping mampu memberi fatwa yang bisa menyejukkan jiwa, juga harus mampu menjabarkan resep dan konsep yang ia bawa di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang kompetitif.

Tetapi yang terjadi adalah perasaaan kecewa. Bila dalam kepemimpinan dikenal istilah “ing ngarso sung tulada” ( di depan mampu memberi contoh atau teladan ), tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Terjadilah sindiran dan kata cibiran berupa “ikan busuk biasanya dimulai dari kepala” Ternyata sang tokoh sudah tidak dapat lagi dipakai sebagai contoh. Lantaran tidak sesuai antara pengakuan dengan kelakuan. Karena dilakukan berulang kali dengan sikap seakan-akan tak sadar, maka kepercayaanpun menjadi pudar dan penilian bernada minior pun semakin beredar. Bila sang pemimpin sudah tidak mampu menunjukkan keteladanan atau uswah, apalagi diduga pernah menerima riswah (SUAP=Sampaikan Upeti Agar Patuh), amatlah sulit untuk meraih dukungan atau kepercayaam dari kalangan bawah.

Para pemimpin, baik formal (formal leader) maupun informal (informal leader) biasanya menduduki kursi dan posisi strategis dalam mempengaruhi pertumbuhan (strategic growing point). Ibarat bendungan, maka semua air yang mengalir akan terpengaruh pada apa yang berada di bendungan itu. Apa lagi bila airnya keruh, tentu akan penuh dengan bibit-bibit penyakit kulit, seperti:kumal (kurang memiliki rasa malu), kuman (kurang iman), kudis (kurang displin), kurap (kurang rapi), dan juga kutu (kurang bermutu). Bagaimana bisa bermutu bila yang ditampilkan hanya bersifat suguhan (seakan-akan) dan bukan sungguhan (yang sebenernya).

Posisi strategis, biasanya amat mudah untuk menjadi incaran iblis. Ia menggoda manusia mengisi ruh ke mana arah harus melangkah, karena orang itu dipandang berpengaruh. Akhirnya dengan kursi dan posisi itu ia terseret dan terjerat untuk memilih, antara imam dengan eman. Rupanaya banayak ruang dan peluang untuk dapat menyalah gunakan uang. Ternyata, Iman yang tipis, amat mudah untuk menerima bujuk rayu iblis. LAmbat laun perilaku busuk itu ketahuan, dan pada akhirnya memberi sumbangsih yang besar terhadap iklim kehidupan yang semakin tidak karuan. Orang yang jujur sekalipun kena getahnya, karena ibarat pepatah”seekor kerbau berkubang, semua kena lumpurnya”

Kepemimpinan adalah amanah dan bukan hak. Tak boleh dijual belikan ibarat barang dagangan atau direkayasa guna menjual jasa. Di pundak sang pemimpin terletak tanggung jawab yang berat, baik kepada Tuhan maupun sesama insan Amanah kini sering dibisniskan, agar pihak yang menjadi sasaran langsung percaya. Namun karena sering kali terjadi pemalsuan, maka kepercayaanpun menjadi pudar. Karena itu Nabi Muhammad saw amat mengkhawatirkan kepada orang yang menyia-nyiakan amanah.. Beliau bersabda:”Bila amanah disia-siakan”.Seorang sahabat bertanya :” bagaimana amanah itu di sia-siakan, wahai Rasullah?”Beliau menjawab”Bila suatu perkara (urusan) diserahkan  kepada orang yang bukan ahlinya (tidak professional), maka tunggulah saat kehancurannya” (HR Bukhari).

Adapun inti dan isinya, bahwa : siapapun yang memiliki semangat dan kemauan yang kuat untuk mensejahterahkan rakyat dengan niat ‘ apa yang harus aku perbuat ” berarti masih merasa memegang amanah dan tidak akan menderiata krisis kepercayaan. Sebaliknya, bahwa siapapun yang kuat dengan mengatas namakan kepentingan rakyat, tetapi dalam hatinya hanya ada niat ” apa yang bisa aku dapat”(what can I get), tentu sudah mengandung benih-benih khianat dan hilanglah kepercayaan.. Di sini AMANAH berarti’Andalan (dalam) Menyeimbangkan Antara Niat Amalan (dan) hasil.” Wa Al laahu A’lamu”

From → Uncategorized

Leave a Comment

Leave a comment