Skip to content

KECERDASAN SOSIAL DAN KECERDASAN AKAL

April 29, 2014

UNGKAPAN kata “cerdas” pada umumnya senantiasa dikaitkan dengan kemampuan otak dan bukan kemampuan sosial. Selalu dikaitkan dengan kemampuan otak dan bukan pada keampuhan watak.
Pada hal, kemampuan otak hanya sebatas pegembangan kreativitas, sedangkan kemampuan watak senantiasa mendorong dan menggiring pada aktivitas. Bila antara keduanya terjalin kerjasama yang baik, maka akan mengalirkan produktivitas. Watak (ESQ) itulah yang menumbuhkan kecerdasan sosial.

Menurut Linda Keegen, salah seorang praktisi berkaliber intenasional, yang menjabat Vice President untuk pengembangan Eksekutif City Bank disalah satu negara di Eropa mengatakan, bahwa “kecerdasan sosial harus menjadi dasar pada setiap latihan manajemen”. Kecerdasan sosial memang dapat menjadi sumber penentu, melalui strategi yang jitu, menuju kondisi yang lebih bermutu dengan kemampuan mengalokasikan waktu.

AKAL TAK BERMAKNA BILA TIDAK KONSTRUKTIF

Kecerdasan akal memang tidak menawarkan persiapan ketahanan mental guna menghadapi gejolak-gejolak sosial melalui sikap mental yang handal.. Bahkan IQ (Intelligence Quotien) yang tinggi pun tidak mampu menjamin kesejahteraan, gengsi atau kebahagiaan hidup ( Daniel Goleman, 2005: 47). Yang mau dan mampu menjawab tantangan semacam itu bukanlah kecerdasan otak, akan tetapi kecerdasan watak yang bermuara pada kecerdasan sosial, seperti: motivasi, kemampuan berkomunikasi, adaptasi, dedikasi (jiwa pengabdian dengan ikhlas), kooperasi(). Ia akan menjalin kebersamaan yang serasa dan serasi, sejalan dan sejalin antara hati dengan pikiran atau dalam bahasa agama dikenal sebagai keseimbangan antara dzikir dengan pikir.

Dalam rumus dan kamus yang kami susun, bahwa CERDAS berarti Cakap Emosional, Rasional dan Amalan sosial atau Spiritual ( “Ensiklopedi Seni Dakwah Gaya Gaul” jilid I hal 219). Karena itu seharusnya EQ, IQ maupun SQ dapat menjadi Spiritual Engineering yang merupakan kesatuan integral dan tansendental. Maksudnya bahwa kecerdasan spiritual (SQ) harus mampu mendorong dan mengiring, terhadap pemikiran, perilaku dalam segala aktivitas kehidupan. Demikian juga, bila SQ dijabatkan sebagai Social Quotient, maka kecerdasan sosial harus mampu menjabarkan segala hasil pemikiran ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang heterogen (majemuk).

Kecerdasan akal tidak akan memiliki makna dan nilai guna, bila tidak berperan dalam melakukan perubahan terhadap kondisi lingkungan, menuju kondisi yang positif dan konstruktif. Kemampuan dan keampuhan dalam menjalin komunikasi, bagaimana berinteraksi atau beradaptasi, baik antar pribadi, kelompok, lingkungan golongan hingga mampu menggerakkanya termasuk indikator dari kecerdasan sosial. Bahkan kecerdasan akal pada awal mulanya cenderung bersifat individual yang seakan-akan tak mengenal lingkungan.

Mengapa dalam menangani liku-liku kehidupan, seseorang lebih cenderung menjadi pengamat, ketimbang menjadi pengamal, lebih sennag urun angan ketimbang turun tangan? Karena kecerdasan sosial penuh dengan risiko dan tanggung jawab, maka kebanyakan orang cenderung lari dari realita dengan jalan menutup mata atau pura-pura agar tidak berperan serta. Itulah yang sering dilakukan.

Adapun indikator bagi orang yang memiliki kecerdasan sosial adalah: (a). Kemampuan dalam mengorganisir kelompok Termasuk didalamnya kemampuan memprakarsai, mengkoordinasi, mengerahkan dan mengarahkan. Meski ide, gagasan, saran dan buah pikiran itu benar, tetapi” tidak di wujudkan dalam organisasi yang teratur rapi, bakal dihancurkan (dikalahkan) oleh kebathilan yang diorganisir rapi”

(b) Kemampuan dalam merundingkan pemecahan masalah. Dalam suatu konflik, baik antar individu, kelompok maupun organisasi lantaran olah sang provokator, amat dipelukan sang mediator yang mampu mencari jalan kesepakatan, dalam mencapai permufakatan. Tentu dicari orang yang memiliki pandangan luas, akan tetapi bersikap luwes, yaitu orang yang tidak kaku dan tidak menonjolkan rasa aku.

(c) Memiliki perasaan empathi, yakni,:berpikir tentang apa yang dipikikan orang lain, ikud merasakan apa yang mereka rasakan dan bertindak sebagai mana mereka bertindak “(think wwhat they think, feel what they feel and act as you want them to act) Orang semacam ini dapat dipandang sebagai pemain team yang bagus, pasangan yang dapat dibanggakan dan didambakan, sahabat atau teman dekat yang paling setia.

(d) kemampuan dalam analisis sosial, yaitu mampu mendeteksi secara memiliki pemahaman tentang perasaan, mtif dan keprihatinan pada orang lain. Sikap semacam ini akan membawa suasana keakraban yang menyenangkan atau perasaan kebersamaan.

Bila kita lihat berdasarkan ukuran dan takaran diatas, maka watak yang dimiliki oleh Nabi Muhammad saw amat memenuhi syarat, baik dalam kecerdasan akal maupun kecerdasan sosial, karena disamping memiliki keunggulan berupa kecerdasan akal dalam berbagai hal (fathanah), juga menguasai komunikasi bagaimana cara menjalin hubungan sosial yang serasa dan serasi, yaitu: shiddiq, bahwa apa yang disampaikan mudah dipahami, baik kalangan bawah, kalangan menengah maupun golongan mewah. Amanah, dimana beliau mendapat gelar al amien, sehingga membuat oramg tidak ragu-ragu untuk menjalin hubungan dengan beliau. AMANAH merupakan andalan (dalam) Menyeimbangkan Antara Niat, Amalan (dan) Hasil. Sifat keteladanan yang baik (uswah-hasanah) membuat beliau mendapat julukan nabi pilihan (al musthafa) di akhir zaman dan tidak ada yang menandinginya. Allah MAha Mengetaui yang Benar. (*)

From → Uncategorized

Leave a Comment

Leave a comment